tirto.id - Panji Gumilang (PG), pemimpin Pondok Pesantren Al Zaytun, tidak menghadiri panggilan pemeriksaan oleh Bareskrim Polri sebagai saksi dugaan penistaan agama pada hari ini, Kamis (27/7) dengan alasan sakit.
"Informasi dari kuasa hukum bahwa yang bersangkutan (Panji) tidak dapat hadir, dengan alasan sakit dan disertakan surat keterangan dokter," ujar Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Kamis (27/7/2023).
Ramadhan mengatakan kuasa hukum Panji Gumilang meminta waktu pemeriksaan dilaksanakan pekan depan.
“Kuasa hukum PG meminta pemeriksaan dilaksanakan pada Kamis, 3 Agustus 2023," kata Ramadhan.
Panji Gumilang dilaporkan oleh Forum Advokat Peduli Pancasila dan NII Crisis Center terkait dengan penodaan agama. Pada 4 Juli lalu, penyidik Bareskrim sudah melakukan pemeriksaan pertama terhadap Panji terkait kasus tersebut.
Diketahui pada 13 Juli 2023, Kejaksaan Agung telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Bareskrim Polri terkait kasus dugaan penistaan agama Panji Gumilang.
"SPDP ini terkait dugaan penodaan/penistaan agama yang dianut di Indonesia dan/atau menyiarkan berita bohong yang menimbulkan keonaran dan/atau dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA," ujar Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana
Tindak pidana itu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156a KUHP dan/atau Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dan/atau Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.
Kejanggalan Al Zaytun
Ajaran Islam yang diduga menyimpang dalam ponpes tersebut seperti:
- Pihak Al Zaytun menarik iuran paksa dengan dalih infak dan menjadikan surat At Taubah ayat 103 sebagai dasar. Infak tersebut ditarifkan dengan nominal Rp12 miliar untuk yang tinggal di desa maju dan Rp5 miliar untuk desa tertinggal. Jika tidak mampu membayar, pihak pesantren Al menawarkan cara lain untuk melunasi infak yakni dengan menjual anak kandung atau menjual diri.
- Mengubah ketentuan ibadah haji dan melempar jumrah. Pihak Al Zaytun mengatakan menunaikan haji bisa dilaksanakan di lahan pesantren, dengan mengelilingi lahan 1.200 hektare milik pesantren memakai mobil.
- Pimpinan pesantren mengubah syahadat "Tiada Tuhan selain Allah" menjadi "Tiada negara selain negara Islam". Mereka pun mengklaim negara di luar Islam adalah negara kafir.
- Mencampurkan jemaah laki-laki dan perempuan dalam satu saf salat Idulfitri.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Reja Hidayat